Banjir sudah menjadi langganan DKI Jakarta need citation
. Curah hujan tinggi yang turun dalam sekejap, menyebab suplai air membesar sesaat dan tidak tertampung oleh saluran air-saluran air yang ada di Jakarta. Lahan terbuka di mayoritas kota besar sudah sangat terbatas. Di DKI Jakarta, lahan terbuka hanya sebesar 10% pada tahun 2014 berdasarkan citra Landsat tahun 2013 \cite{Febrianti2014}. Kebijakan memelihara danau alamiah atau membuat danau baru sangat bagus untuk dilanjutkan, tetapi tidak akan dapat mengimbangi volume air yang datang saat musim hujan ekstrim.
Sementara itu kemampuan akuifer, lapisan tanah/bebatuan yang mampu menyimpan dan mengalirkan, tidaklah besar. Selain itu, proses peresapan atau infiltrasi juga memerlukan waktu. Peresapan di endapan pasir, lapisan yang paling mudah meresapkan air, berlangsung sekitar 10 cm/jam \cite{mulyana2014} di daerah Bendungan Hilir. Nilainya di lokasi lain sangat mungkin lebih kecil bila butir pasir dan lempung menyatu. Studi lainnya mengukur efektivitas biopori di daerah Tanjung Duren (Kampus 1 Ukrida) membuktikan banyaknya faktor yang menggangu fungsi biopori untuk meresapkan air hujan \cite{2017}. Setidaknya 90% air akan mengalir sebagai limpasan permukaan (run off) saat hujan lebat yang pada akhirnya akan memenuhi sungai-sungai yang melintas Kota Jakarta. Jadi jelas kita perlu perbanyak teknologi untuk dapat mengendalikan banjir, bahkan mungkin suatu saat menguranginya.
Ironisnya, akses ke sumber air juga merupakan masalah krusial. Sebagian warga dapat merasakan air keluar lancar bertekanan di dalam kenyamanan rumahnya, tapi sebagian besar lainnya harus keluar rumah, bahkan mungkin berjalan beberapa km untuk mendapatkannya. PAM Jaya sebagai perusahaan penyedia air minum sendiri pastinya perlu memutar otak untuk dapat memenuhi kebutuhan warga akan saluran air minum atau air bersih.